Haruskah Aku Menunggu?

Selesai tugasku ku kerjakan, aku lalu beranjak menuju fakultasku. Waktu yang menunjukkan pukul 11.45 itu membuatku dengan cepat melangkahkan kakiku. Ingin segera kuselesaikan Asistensi laporanku yang kubuat dengan penuh perjuangan dan kerja keras, sampai-sampai terkadang aku tidak tidur semalaman.
Aku sampai di halaman fakultasku. Dengan terburu-buru kulangkahkan kakiku, ada rasa bersemangat dalam hatiku. Ya, karena laporanku sudah kuselesaikan. Meski aku tahu, masih banyak laporan-laporan selanjutnya. Dan, saat itu aku melihat seseorang. Tidak asing. Ya, aku mengenalnya. Dari jauh ada goresan senyum yang terpancar dari wajahnya. Membuatku membalasnya dengan senyumku. Seseorang yang kadang membuatku tersenyum sendiri. Tapi, juga menggores dilema di hatiku. Aku hanya merasa tidak pantas untuk mengagumi orang ini. Hmm… Lucu ya hidupku? Penuh dengan kebimbangan. Tapi tetap kuhadapi dengan suatu keyakinan bahwa rencana Allah itu selalu indah.
“Waahh… sudah terlambat?”. Ucapnya yang mungkin mengira aku terburu-buru karena terlambat masuk kelas.
“Tidak, terlalu bersemangat untuk asistensi”. Ucapku.
“Oh ya? Sudah yakin akan diasistensi?”. Tanyanya lagi.
“Tentu saja…”. Ucapku sambil berlalu.
Langkahku semakin jauh darinya.
“Waahh… sudah terlambat?”. Ucapnya yang mungkin mengira aku terburu-buru karena terlambat masuk kelas.
“Tidak, terlalu bersemangat untuk asistensi”. Ucapku.
“Oh ya? Sudah yakin akan diasistensi?”. Tanyanya lagi.
“Tentu saja…”. Ucapku sambil berlalu.
Langkahku semakin jauh darinya.
Oh ya, orang ini. Yang kadang aku juga tidak mengerti keadaan hatinya.
Sulit ditebak, karena terkadang dia membuatku selalu tertawa, tapi terkadang dia juga seperti lukisan yang diam tidak bersuara dan hanya bisa dilihat. Sulit sekali mengetahui sesuatu tentang dirinya. Begitulah dia, tidak pernah mau bercerita tentang hati dan hidupnya. Si tertutup.
Seperti kisah perahu kertas, dia memberikan inspirasi untuk radar. Haha… Kuberi nama “Radar Gumiho” dengan menaikkan dua jari, telunjuk dan tengah. Sungguh sebuah lelucon. Ya, dia memang dekat, tapi aku merasa dia sangat jauh. Bahkan aku bisa melihat senyumnya setiap hari, tapi semakin aku melihatnya dia serasa semakin jauh. Mungkin aku hanya merasa tidak penting untuknya. Kini aku sedang memikirkannya, dia sedang apa ya? Oh ya? Apa dia masih penasaran dengan cerpenku lagi? Hmm… aku tidak tahu. Tapi, kurasa cerpen ini tidak perlu untuk dibaca. Aku hanya takut dia tidak merasa nyaman nanti. Ya Tuhan… aku harus apa? Aku harus bagaimana?
Sulit ditebak, karena terkadang dia membuatku selalu tertawa, tapi terkadang dia juga seperti lukisan yang diam tidak bersuara dan hanya bisa dilihat. Sulit sekali mengetahui sesuatu tentang dirinya. Begitulah dia, tidak pernah mau bercerita tentang hati dan hidupnya. Si tertutup.
Seperti kisah perahu kertas, dia memberikan inspirasi untuk radar. Haha… Kuberi nama “Radar Gumiho” dengan menaikkan dua jari, telunjuk dan tengah. Sungguh sebuah lelucon. Ya, dia memang dekat, tapi aku merasa dia sangat jauh. Bahkan aku bisa melihat senyumnya setiap hari, tapi semakin aku melihatnya dia serasa semakin jauh. Mungkin aku hanya merasa tidak penting untuknya. Kini aku sedang memikirkannya, dia sedang apa ya? Oh ya? Apa dia masih penasaran dengan cerpenku lagi? Hmm… aku tidak tahu. Tapi, kurasa cerpen ini tidak perlu untuk dibaca. Aku hanya takut dia tidak merasa nyaman nanti. Ya Tuhan… aku harus apa? Aku harus bagaimana?
“Selamat datang di Indomaret… Selamat belanja…!!”. Itu kata yang selalu dia ucapkan ketika aku datang. Hmm… dasar si pelawak, apa dia pikir dia itu kasir Indomaret yang tiap hari selalu menunggu pelanggan yang datang?
Hari ini aku melihatnya lagi. Dengan jas almamternya itu. Sebelumnnya aku tidak melihatnya, tapi ada seseorang yang memanggil namanya. Ku palingkan wajahku ke arah suara itu, dan ternyata itu memang dia. Hmm… senyumnya itu, aku menjadi seperti orang gila yang tertawa sendiri saat mengingatnya, aku seperti punya hidup sendiri. Menyukainya? Ya, sepertinya aku benar-benar menyukainya. Sudah kusadari, tapi sepertinya baru kali ini aku merasakannya begitu… hmm, aku tak tahu. Tapi, aku sangat senang melihatnya, seperti semua masalah-masalahku hilang dan sirna begitu saja hanya dengan goresan senyumnya. Aneh, tapi itulah yang aku rasakan. Tapi, apakah dia sama denganku? Apakah dia juga merasakan hal yang sama? Dan apakah aku pantas untuk ini? Dilema, aku benar-benar dilema dengan perasaanku sendiri.
Di dalam angkutan umum, ketika aku duduk di tempat paling belakang dan memandangi jalan raya dan pengendara motor dan mobil itulah aku mengingatnya lagi. Disaat dia pernah duduk di tempat paling belakang waktu itu, memandangi jalan raya dan pengendara motor dan mobil yang ada di belakang dengan tatapan kosong.
Sepatu nomor 42? atau 43? aku sudah sedikit lupa dengan ini. Warna hitam dengan corak biru, dan biru adalah warna kesukaanku.
“Bagaimana dengan yang ini? Apakah bagus?”. Tanyanya padaku.
“Ya, itu bagus. Warna biru itu, aku suka”. Kataku
Hari itu, aku hanya kebetulan pergi dengannya, membeli sesuatu yang penting untukku. Dan hari itu dia juga ingin membelinya, membeli sepatu itu.
“Bagaimana dengan yang ini? Apakah bagus?”. Tanyanya padaku.
“Ya, itu bagus. Warna biru itu, aku suka”. Kataku
Hari itu, aku hanya kebetulan pergi dengannya, membeli sesuatu yang penting untukku. Dan hari itu dia juga ingin membelinya, membeli sepatu itu.
Lagi-lagi ketika aku memasuki Indomaret, aku juga teringat padanya saat si kasir disitu berucap “Selamat Datang di Indomaret…! Selamat Belanja…!”. sungguh perasaanku yang rumit ini. Saat aku keluar dari tempat itu, aku juga melihat penjual martabak bandung yang lagi-lagi membuatku mengingatnya. Dia sepertinya sangat menyukai makanan itu. Seperti semuanya mengingatkanku padanya. Entahlah, tapi semakin aku mengingatnya, sepertinya aku merasa semakin ingin melupakan semua ini. Tapi aku tidak bisa… Ya Tuhan, apakah aku terlalu jujur? Password handphone-ku sekarang dengan namanya, password Laptop-ku juga namanya yang kubuat dalam bahasa Jepang, password facebook-ku juga dengan tanggal lahirnya? Ya Allah, apa aku telalu berlebihan? Dasar bodoh memang aku ini, pikirku.
Bahkan, aku ingat, aku pernah memikirkannya hari itu. Yang membingungkan bukannya kenapa aku memikirkannya? Tapi pukul berapa aku memikirkannya? Pukul 00.23, aku tiba-tiba seperti merindukannya. Aku terus mengingatnya, apa dia tahu? Aku merindukannya saat ini. Kukirimkan pesan singkat untuknya, tapi dia tak membalasnya… Apa dia tahu? Sekali saja, cukup sekali saja dia membalas pesanku aku bisa tersenyum sepanjang hari. Dan pada saat aku membuka kunci tombol handphoneku, orang yang aku ingat adalah dia. Aku ingat ketika dia mencoba membukanya, padahal aku tidak pernah memberitahunya password-nya yang berbentuk pola segi empat itu. tapi aku begitu kaget ketika tiba-tiba dia bisa membukanya. Hmm… aku juga teringat padanya ketika aku lewat di depan gang kontrakannya saat akan pergi atau pulang kampus. Itu pasti lucu ya? Tapi, aku benar-benar sedang memikirkan dia sekarang. Dan aku tidak tahu, apa dia memikirkanku atau tidak?
Yang aku ingat ketika hari itu, aku bertemu dengannya di fakultas. Dia tersenyum lagi ke arahku. Hatiku bergumam, seakan mendapati sesuatu yang berharga.
“Masuk ujian jam berapa?” Tanyanya.
“Baru saja keluar”. Jawabku.
“Oh, sudah keluar ternyata”.
“Iya”.
“Masuk ujian jam berapa?” Tanyanya.
“Baru saja keluar”. Jawabku.
“Oh, sudah keluar ternyata”.
“Iya”.
Kata-katanya selalu kuingat, hmm… betapa anehnya aku. Tapi, apakah aku harus terus begini? Mengagumi seseorang hanya dalam diamku. Menunggu sesuatu yang tidak pasti. Mencintaimu apakah harus menunggu?
0 komentar